Suatu pagi sebelum memulai pelajaran dengan bersemangat saya bertanya kepada seluruh murid, “Apa cita-cita ananda nanti setelah lulus SMK?”. Seketika suasana kelas menjadi hening, saya menunggu selama 15 menit sambil terus menanyai mereka dengan bahasa profokatif, namun tidak seorangpun yang mengacungkan tangan menyahuti pertanyaan saya. Mereka hanya sibuk saling pandang, sesekali menggumam tidak jelas atau tertawa tanpa alasan. Kejadian ini terjadi 5 tahun silam saat saya masih aktif mengajar di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Padang.
Kefakiran Visi dan Kemiskinan Harapan
Menurut Wibisono (2006, p. 43), visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan want to be dari diri pribadi, organisasi atau perusahaan. Dari pengertian tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa Visi merupakan sebuah tujuan dan pandangan hidup yang jauh ke depan. Visi merupakan sebuah proses mendeskripsikan masa depan yang dilakukan dengan perencanaan. Seseorang yang memiliki visi berarti memiliki harapan tentang masa depannnya demikian juga sebaliknya, seseorang yang hidup tanpa visi berarti tidak memiliki harapan mengenai masa depannya. Ibarat sebuah pondasi, visi menjadi tempat tegaknya strategi menggapai masa depan yang penuh prestasi, maka seorang yang tidak memiliki visi berarti tidak menyiapkan strategi bagi masa depan yang gemilang.
Tidak adanya keinginan murid untuk menjawab pertanyaan mengenai cita-cita mereka bisa jadi salah satu indikasi bahwa murid masa kini tidak memiliki visi. Mengapa hal ini bisa terjadi? mungkin saja karena memang tidak pernah terfikirkan bagi mereka tentang harapan di masa depan. Maka jangan terkejut apabila mereka lebih bahagia mendengar bunyi “Telolet” ketimbang berbincang mengenai pengembangan dirinya, karena bagi mereka kesenangan sesaat jauh lebih penting daripada visi kedepan. Berfikir akan menjadi apa dan bagaimana alur hidupnya kedepan, bagi mereka itu tidaklah menjadi sebuah keharusan.
Murid yang tidak memiliki harapan menjadi persoalan yang mesti dipecahkan bagi kita semua, khususnya para pendidik baik di sekolah tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Murid yang hidup tanpa harapan bagaikan seonggok tubuh tanpa ruh, ada namun tak bermakna. Generasi tanpa harapan akan menjadi beban tanggungan bagi negara di masa depan. Hilangnya harapan dari murid merupakan bentuk dekadansi pendidikan yang harus dirunut akar masalahnya.
Pentingnya Pendidikan Imajinatif
Selama ini kita sering salah dalam mengartikan imajinasi, seperti sudah menjadi sebuah stigma negatif. Seorang yang memiliki daya imajinasi tinggi akan langsung dianggap sebagai pengkhayal kelas berat, dan megkhayal itu adalah kegiatan yang buruk. Hal ini dapat dimaklumi karena kita memang dilarang menjadi pengkhayal sejak masih kecil dengan berbagai petuah dari orangtua kita dahulu, “Jangan mengkhayal”, “gak usah mimpi” dan lain sebagainya. Maka setiap mendengar kata khayalan yang tergambar adalah kegiatan minus manfaat. Padahal hampir semua hal besar dalam hidup ini dimulai dari khayalan manusia, sebutlah pesawat terbang yang merupakan khayalan dari wright bersaudara, bohlam lampu dan lainnya.
Imajinasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sebagai daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang.
Dengan kata lain, Imajinasi merupakan daya pikir untuk membayangkan sesuatu dalam proses penalaran manusia. Kendati agak sulit didefinisikan dandigambarkan, imajinasi adalah sesuatu yang nyata dan selalu dilakukan oleh manusia. Imajinasi bukanlah suatu cara berpikir tunggal yang dimiliki oleh manusia. Justru di dalam imajinasi itulah manusia memiliki kekayaan dalam cara berpikirnya. Sejatinya tidak ada manusia yang tidak pernah berimajinasi. Perbedaan setiap manusia yang ber-imajinasi adalah pada proses melahirkan dan menggapai imajinasi tersebut.
Dengan imajinasi maka seseorang akan mudah mengetahui bentuk masa depan yang dia inginkan. Imajinasi yang baik akan melahirkan harapan yang indah dan harapan yang indah akan menciptakan visi hidup yang terarah. Dengan adanya visi maka seorang murid akan mudah berprestasi karena memang dia merasa prestasi itu adalah kebutuhan untuk mencapai tujuan hidup sesuai imajinasi yang dia inginkan.
Pendidik Penumbuh Imajinasi dan Menciptakan Generasi Berprestasi
Apa yang penting dalam suatu proses imajinasi bukanlah isi dari imajinasinya itu sendiri tetapi lebih pada bagaimana mewujudnyatakan imajinasi yang ada tersebut.!erimajinasi memiliki arti sebagai suatu usaha untuk berinovasi, menemukan, mencari, bahkan mengambil resiko. Melalui imajinasi itulah kita membangun jembatan antara yang imajinatif dengan yang realistis. Tanpa adanya usaha menghubungkan antara yang imajinatif dengan yang ril, proses imajinasi hanya akan menjadi sebuah proses yang fiktif.
Demi mendukung terwujudnya generasi prestatif dan bervisi tersebut. Maka dibutuhkan keseriusan untuk menumbuh-suburkan imajinasi yang baik. Lingkungan yang baik akan menghasilkan generasi yang baik. Maka mulai saat ini, sistem pendidikan dengan guru dan dosen didalamnya haruslah mengajarkan muridnya bagaimana caranya ber-imajinasi. Mengarahkan imajinasi mereka dan membantu mereka menggapai imajinasi tersebut. Jangan sampai ada upaya untuk membunuh imajinasi dengan kata-kata provokatif yang seakan-akan menganggap bahwa imajinasi itu sesuatu yang buruk, non produktif.
Penulis : Muttaqin Kholis Ali, S.Pd
Guru Komputer SMA N 1 Tambangan, Mahasiswa Pascasarjana (S2) Pend. Teknologi dan Kejuruan UNP dan Pegiat IT / Literasi.