Menu

Mode Gelap

Opini

Harta Dalam Pandangan Islam


					Harta Dalam Pandangan Islam Perbesar

Harta yang kita miliki baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak disadari atau tidak merupakan amanah yang harus dipegang dan dijalankan menurut ketentuan hukum yang berlaku. Bagi ummat Muslim ketentuan itu berdasarkan Alqur’an dan Alhadist.

Dalam pandangan syariah/ hukum islam harta memilki makna yang berbeda dengan pandangan konvensional. Secara umum, hal yang membedakan antara keduanya adalah terletak pada posisi harta, dalam pandangan konvensional harta sebagai alat pemuas, sementara dalam pandangan syar’i posisi harta adalah sebagai wasilah/perantara untuk melakukan penghambaan kepada Allah.

Perbedaan pandangan ini berimplikasi pada defenisi tentang harta, fungsi harta dan bahkan eksistensi harta. Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh para ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukan ke dalam salah satu al-daruria al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri ke atas agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Tidak semua orang diberikan kelebihan harta, oleh karenanya seseorang diberi harta oleh Allah, orang tersebut tidak boleh berlaku sewenang-wenang dalam menggunakan hartanya itu. Kebebasan seseorang untuk memanfaatkan hartanya adalah sebatas yang dibolehkan oleh syara’. Oleh sebab itu, dalam penggunaan harta, di samping untuk kemaslahatan pribadi pemilik harta, harta juga harus dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan untuk orang lain.

Islam sebagai agama yang paripurna telah mengatur secara detail tentang harta ini, sebagaimana hadis rasulullah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi” Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya”.

Hadits yang agung ini menunjukkan wajibnya mengatur pembelanjaan harta dengan menggunakannya untuk hal-hal yang baik dan diridhai oleh Allah Azza wa Jalla , karena pada hari kiamat nanti manusia akan dimintai pertanggungjawaban tentang harta yang mereka belanjakan sewaktu di dunia.

Bukan berarti manusia tidak boleh menggunakan harta, namun ketika manusia menggunakan harta tersebut hendaklah dengan baik ,tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir/pelit tetapi diantara keduanya adalah lebih baik/ pertengahan (QS al-Furqan [25]: 67). Allah SWT berfirman dalam surat
Hampir semua manusia suka dan cinta kepada harta karena ini memang ketentuan dari Allah.

Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat14 “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga).”karena cintanya manusia kepada harta tidak jarang kita lihat terjadi perselisihan bahkan pembunuhan antara saudara kandung ketika mereka memperebutkan harta warisan.

Bukan berarti ketentuan Allah ini salah namun manusialah yang tidak dapat membatasi diri atas kecintaan terhadap harta tersebut. Disisi lain ada juga orang yang diuji keimanannya dengan harta ini, tidak sedikit kita lihat orang yang terjerumus akibat harta ini baik ketika mendapatkannya maupun pada saat penggunaanya.

Firaun dan Qarun sendiri karena memiliki banyak harta mendeklarasikan diri sebagai tuhan. Tidak jauh berbeda dengan zaman firaun dan qarun saat ini banyak kita lihat orang-orang karena merasa memiliki kelebihan dibandingkan orang lain merasa “ paling” dan segala macamnya, dan ini sesungguhnya menunjukkan di dalam jiwanya ada bibit-bibit firaun dan qarun, namun bedanya tidak di deklarasikan.

Padahal sesunguhnya kondisi ini telah di beritahukan oleh Allah SWT sesuai dengan firmanNya dalam Qur’an “Dan ketahuilah, bahwa harta dan anak-anakmu menjadi fitnah (ujian) dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.” (Al-Anfal, 8: 28) Namun disisi yang lain tidak sedikit juga kita lihat orang karena hartanya, lebih dekat kepada Allah SWT, karena dia meyakini bahwa harta yang dimilikinya adalah sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Qur’an, surat al-Taubah ayat 41.

Pertanyaan selanjutnyan adalah bagaimana cara memiliki harta dalam islam? Memiliki harta dalam islam tidak boleh dengan cara sembarangan atau bertentangan dengan norma-norma agama. Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana mendapatkan harta dalam islam. Umat manusia tidak boleh mendapatkan harta dengan cara merusak alam, bersifat egois karena akan berdampak kepada ekosistem makhluk lainnya, dalam hal ini Allah SWT berfirman “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Dengan cara-cara yang baik manusia diperbolehkan untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya, namun supaya tercipta keadilan ditengah-tengah masyarakat hendaknya harta itu tidak berada / menumpuk ditangan orang-orang kaya saja, tetapi hendaknya harta itu diproduktifkan sehingga bisa membangun ekonomi umat, baik melalui pembukaan usaha maupun dengan memberikan bantuan modal.

Dengan memproduktifkan harta dan memberikan bantuan modal tadi maka akan tercipta distribusi harta kepada orang lain yang mebutuhkan. Allah SWT ber firman dalam surah az-Zariyat (QS. 51:19) yang berbunyi: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.

Terakhir apapun yang kita lakukan baik dalam mendapatkan harta maupun penggunaanya dan terhadap semua aktivitas yang kita lakukan baik yang terang-terangan ataupun yang tersembunyi dalam dada kita haruslah bisa dipertanggungjawabkan, hal ini sejalan dengan agama islam sebagai ajaran yang berdimensi Ilahiyyah dan Insaniyyah. Perbuatan yang dilakukan manusia nantinya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al-Isra` : 36)

Fa’tabiru ya ulil albab, semoga bermanfaat
Jum’at, 14 Muharram 1444 H
12/8/2022 M

Penulis : Nurhudawi Lubis
Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Syariah UIN-Sumatera Utara.

 

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 410 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

Tokoh Adat Ajak Warga Batahan Pilih SAHATA demi Keberlanjutan Pembangunan

5 November 2024 - 17:35

Tokoh-tokoh Nasional Asal Madina Bersiap ‘Turun Gunung’ Menangkan SAHATA

5 November 2024 - 08:44

Abang Betor Panyabungan Titipkan Asa di Pundak Paslon SAHATA

4 November 2024 - 17:28

Ribuan Warga Hadiri Hiburan Rakyat TKD Bobby-Surya Madina

3 November 2024 - 19:53

Teriakan Bobby-Surya di Sumut, SAHATA Untuk Madina Bergema di Pesta Rakyat

3 November 2024 - 17:54

Sukhairi Ajak Masyarakat Madina Menangkan Bobby-Surya di Pilgubsu 2024

3 November 2024 - 16:47

Trending di Berita Daerah