AKU JATUH CINTA
by. Wahyuni Lubis
Tidak ada yang istimewa dalam hidupku. Setelah luka itu berhasil membuat hatiku tertutup untuk mengenal yang namanya cinta. Semuanya berubah, aku seperti menjadi orang lain yang harus berpura-pura tersenyum sedangkan hatiku lagi murung.
Namaku Sri wahyuni, panggil saja yuni. Lebih tepatnya sih temanku memanggilku dengan sebutan mbak kopi, karna aku suka kopi. Aku pecandu kopi dan juga penikmat malam tapi tidak dengan dunianya. Ada yang bilang jika malam itu adalah waktu yang pas buat berkenalan dengan sunyi dan bertemu dengan rindu. Tapi bagiku malam adalah waktu yang tepat untuk meneguk kopi tanpa harus merasa sendiri.
Tidak ada yang banyak tahu tentang bagaimana aku. Bahkan banyak diantara mereka yang mengatakan jika aku orangnya susah ditebak apalagi perihal hati. Dua tahun belakangan ini aku lebih tertarik menikmati hidupku dengan sendiri tanpa ada aturan dan tanpa ada ikatan. Bukan tidak ada yang datang padaku. Hanya saja aku lelah dengan mereka yang datang lalu pergi lagi.
Terkadang yang mendewasakan seseorang bukanlah umur tapi keadaan. Aku berada dalam posisi keadaan kecewa yang aku sendiri tidak tau apa obatnya. Banyak yang bilang jika memaafkan adalah penawarnya namun bagiku itu hanya obat penenang.
Tidak sedikat yang menyuruhku membuka hati untuk memulai kisah yang baru. Katanya sih biar tidak terlalu lama sendiri. Namun……ya sudahlah…..akan kupertimbangkan.
Seiring berjalannya waktu. Aku mulai biasa akan kesendirian ini. Perihal jodoh sudah kuperbincangkan dengan Tuhan. Semoga secepatnya Tuhan mengabulkan doa yang setiap malam kulambungkan diudara.
Selain pecandu kopi dan penikmat malam. Aku juga pengagum senja. Kalau berbicara tentang senja aku selalu kalah sebab bagiku yang berakhir dengan indah mungkin hanya senja. Kedatangannya selalu ditunggu dan kepergiannya selalu dibarengi dengan senyum manis dari sang pengagum.
Beberapa cerita tentang kopi,malam dan senja aku tuang dalam tulisan receh dimedia sosial. Seperti facebook misalnya. Hingga suatu ketika aku menulis kecanduanku akan kopi dan tiba-tiba ada kalimat yang terselip dikolom komentarku. Awalnya kubiarkan saja namun ada yang aneh disana. Dia menyelipkan kalimat tentang senja dan seketika kubalas komentarnya. Sebab bagiku tidak ada percakapan yang lebih menggoda selain percakapan yang didalamnya ada kopi,malam dan senja. Tidak hanya sampai disitu, percakapan kami berlanjut ke via messanger. Pertama kali dia mengirim pesan padaku yang isinya tentang rayuan murahan dan bagiku itu hanya slogan. Bisa jadi dia hanya sekedar penasaran.
Hampir tiap malam dia menyapaku bahkan dia juga mengingatkanku untuk tidak lupa makan. Dan kujawab seadanya dengan kalimat yang sedikit cuek. Karna aku tahu dia seperti itu bukan padaku saja. Bisa jadi semua wanita dia sapa. Bukan sok tau tapi keliatan dari tulisan yang dia pajang diakunnya. Dia pandai merangkai kata dan dia ahli merayu wanita. Mungkin dia juga lihai mengukir luka.
Sejak malam itu aku mulai rajin membuka media sosialku. Bukan karna menunggu pesan dari dia. Tapi aku hanya sedikit penasaran padanya. Kira-kira celoteh apa lagi yang akan dia katakan padaku. Dari gerak – geriknya sih dia seperti ingin tahu tentang kehidupanku. Aku bukan peramal namun aku bisa membaca tingkah laku orang walaupun hanya sedikit.
Berawal dari kolom komentar. Pria itu mulai rajin merayuku dengan kata senja. Sesekali kubalas rayuannya dengan kata kopi dan juga malam. Dan tidak kusangka ternyata dia pintar juga membolak-balikkan kata. Dia menanyakan hal-hal yang menurutku tidak penting. Katanya kok bisa wanita suka kopi. Sedangkan dia saja tidak suka akan kopi tapi dia kagum pada senja. Sampai ketika dia menanyakan tentang siapa penghuni hatiku. Kujawab dengan jujur jika penghuni hatiku masih kosong. Mungkin dia tersenyum membaca balasanku itu. Dengan sengaja kusurutkan senyumnya dan mengatakan jika yang mengisi hatiku tidak ada namun yang melamarku sudah ada.
Lumayan lama dia membalas pesanku. Mungkin dia sedang berpikir antara mundur atau mencoba mengambil hatiku.
“Apa kau menerima lamaran mereka ?” tulis pria itu.
“belum ku jawab” sebab aku masih ragu pada mereka”. Jawabku, seraya senyum-senyum sendiri melihat balasan pertanyaan dari pria sipenggombal .
“jangan terima, sebab aku ramal kamu akan jadi milikku” tulisnya lagi.
“kamu dilan yah?” tanyaku dengan perasaan agak sedikit aneh namun lucu.
“bukan, aku bukan dilan. Namaku Rizky. Rizky Maulana. Jika kurang jelas nanti akan kuperjelas didepan ibumu. Akhirinya.
Rizky Maulana, itulah namanya. Pria yang berkumis tipis dan berkulit gelap. Penampilannya agak sedikit menggelikan. Telinganya ada gantungan anting gitu. Katanya sih itu seni tapi kalau ibu ku melihatnya, dia pasti mengatakan jika itu tidak sadar diri namun bagiku itu adalah jati diri.
Aku selalu bertanya pada pria itu. Kenapa harus aku wanita yang dia incar. Bukannya didaftar kontak selulernya banyak wanita yang jauh lebih istimewa kitimbang aku. Kau tau dia jawab apa?. Katanya aku berbeda. Ibarat makanan, aku adalah makanan penutup setelah makan malam. Sama seperti mencari pendamping. Aku adalah penutup dari pencariannya selama ini. Ini bukan bualan tapi ini kenyataan. Kau membuatku seperti menemukan diriku sendiri. Begitulah kata pria yang berkumis tipis itu.
Jujur aku tergoda akan bualannya. Namun tidak segampang itu hatiku akan jatuh pada pria itu. Aku masih belum percaya pada dia. Inikan masih permulaan, bisa jadi jika dia mengetahui bagaimana masa laluku. Dia akan berubah pikiran. Tapi semoga saja tidak.
Setelah luka kemarin. Aku tidak begitu tertarik pada rayuan. Seperti sudah mati rasa. Dan anehnya sekarang berubah seketika setelah pria itu menyapaku dan selalu hadir dihari-hariku. Hanya seuntai pesan yang dia kirim padaku, tapi mampu membuatku senyum-senyum sendiri membacanya. Padahal banyak pria yang datang padaku bahkan mereka menemui ibuku hanya untuk mencari tau makanan apa yang aku suka. Aneh bukan? Semoga saja ini bukan cinta. Sebab aku takut jatuh dilobang yang sama. Tapi jika ini cinta? Kenapa harus padanya aku jatuh, diakan tidak istimewa. Dia hanya seorang pria yang suka mengobral rayuan pada wanita yang mungkin bukan padaku saja.
Selain ahli dalam merangkai kata, pria itu juga jago dalam tarik suara. Sebelum tidur aku selalu dikirimi rekaman suara nyanyian selamat tidur. Katanya, jika nanti aku tiba-tiba terbangun, tinggal putar saja rekaman itu. Agar aku dapat kembali tidur. Bayangkan jika aku sedang bernyanyi disampingmu sembari mengusap rambutmu yang hitam dan lurus.
Hari demi hari kulalui dengan pria itu. Malamku tak lagi terasa sunyi. Kopikupun manisnya mulai terasa. Dan pada senja aku selalu berkata. “ tenggelamlah kau disana, sebab jika nanti malam tiba aku masih punya dia yang lebih indah darimu”.
Ibuku pernah mengatakan padaku. Jangan terlalu percaya pada pria sebelum dia berani mengenalkan dirinya pada ibu. Hal yang serupa juga ku katakan pada pria itu.
“tuan, aku teringat akan perkataan ibu. Apakah kau benar sungguh-sungguh padaku?”. Tanyaku padanya melalui via telpon suara.
“ kurasa aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu. Cukup aku saja nanti yang menjelaskannya didepan ibumu jika aku benar sungguh-sungguh padamu. Dalam waktu dekat aku akan datang bertamu, beritahu ibumu. Doakan saja semoga tidak ada hambatan”. Jawabnya dengan nada tegas.
“tapi, kau belum tau bagaimana aku sepenuhnya?”. Tanyaku lagi.
“aku tidak butuh penjelasan bagaimana kamu pada masa lalu. Sebab aku mengenalmu sekarang bukan dulu. Dan yang aku tahu sekarang, secepatnya kau akan jadi milikku.”kata pria itu dengan percaya diri.
Dengan nada pasrah kujawab dia “kau sungguh keras kepala tuan”.
“aku tidak peduli bagaimana kamu. Apa itu kurang jelas?. Sekarang aku yang akan bertanya padamu. Apa kau bersedia menjadi pendampingku?”. Tanya pria itu seketika.
Sungguh pertanyaan macam apa ini. Dia berhasil membuatku kehabisan kata-kata dengan pertanyaan yang membuatku harus memilih, menerima atau meninggalkan. Ah…aku terjebak pada perangkap yang tak seharusnya aku pasang. Bingung? Sudah pasti. Jujur, perihal hati aku mulai merasa nyaman padanya. Apa ini yang namanya cinta? Entahlah.
Semenjak percakapan singkat itu, dia tak lagi memberiku kabar. Sebab semalam ketika mendengar dia mengatakan isi hatinya aku langsung menutup telpon. Aku tak tau mau jawab apa. Itu sebabnya telpon dia kumatikan tanpa ucapan selamat malam.
Aku tahu dia pasti kecewa padaku. Tapi sungguh aku tak bermaksud apa-apa. Dan sekarang tanpa kabarnya seperti ada yang kurang. Kata-kataku kemarin yang mengatakan dia tidak istimewa, kutarik kembali. Dia sangat istimewa.
Ini hari ke sepuluh dia tidak mengabariku. Tanpa berpikir panjang. Kuberanikan diriku untuk menghubungi dia, menanyakan perihal tawarannya kemarin untuk menjadi pendampingnya. Agak sedikit gengsi tapi ya sudahlah. Semoga saja dia tidak menertawakanku.
“kamu apa kabar?, oh iya.. soal yang kemarin aku mintak maaf. Aku tak ada maksud apa-apa. Aku pikir kau berpura-pura namun ternyata kau serius dalam bekata. Jujur beberapa hari ini aku kehilangan sosok sepertimu. Aku tak mengerti ini cinta atau bukan. Yang kurasa saat bersamamu aku nyaman. Kau mampu membuatku luluh dan berani untuk mencinta lagi. Maafkan aku, aku ingin kau kembali seperti semula. Mengabariku seperti biasa”. Tulisku melalui via messanger dengan perasaan malu campur aduk.
Hanya hitungan detik dia langsung membaca pesanku dan membalasnya.
“ aku yang seharusnya meminta maaf padamu. Maaf beberapa hari ini aku tidak mengabarimu. Aku tak ada niat membuatmu cemas. Beberapa hari ini aku berhenti merayumu. Namun aku merayu Tuhanku untuk membukakan hatimu untukku. Dan hari ini Tuhan mengabulkan doaku. Aku tahu, kau pasti menghubungiku. Aku sayang kamu. Apa kau bersedia menerimaku?
“iya tuan, aku bersedia”. Jawaban yang aku tulis dan dengan segara kukirim padanya.
Percaya atau tidak. Sekarang aku sudah berani mencinta lagi untuk yang kesekian kali. Aku jatuh cinta pada pria yang dengan lancang memberiku rindu. Aku jatuh cinta pada pria yang sengaja membuatku senyum-senyum sendiri saat kumemandangi fotonya. Semoga saja ini bukan awal dari luka.
Sekali lagi, AKU JATUH CINTA.
Judul Cerpen : Aku Jatuh Cinta
Karya : Wahyuni Lubis
Fhoto : net editor
Editor : alqaf