Madinapos.com, TAPSEL – Beredarnya rekaman video dan suara Plt. Bupati Tapsel bukan saat rapat para pejabat Tapsel yang mengarahkan dukungan ke salah satu pasangan calon (Paslon).
Seperti saat ini beredar rekaman video dan suara Plt Bupati Tapsel di berbagai media sosial seperti Facebook, WhatsApp Group (WAG), Tiktok, ataupun pemberitaan publik, hal itu masih menjadi polemik yang tidak benar adanya.
Dalam hal ini, Rasyid, selaku Plt Bupati Tapsel, mengatakan bahwa, faktanya adalah rekaman suara yang beredar itu tidak benar adanya. Bahkan, Rasyid menyayangkan, ada pihak-pihak yang sudah membuat gerakan sistematis melalui media sosial dan pemberitaan online, hingga melakukan demonstrasi.
Di mana, tujuannya memperdengarkan rekaman suaranya di ruang publik. Banyak pihak yang membangun informasi bahwa, suara rekaman itu adalah suara Plt Bupati Tapsel pada rapat resmi dengan para Kepala Sekolah dan pejabat di Lingkup Pemkab Tapsel.
” Dari hasil penelusuran kami, memang telah beredar video-video yang diedarkan di berbagai media sosial dan dibuat dengan hasil rekayasa sekelompok oknum menggunakan kombinasi beberapa gambar untuk menghasilkan beberapa file video-video rekayasa,” terang Rasyid, pada Minggu (17/11/2024).
Peredaran video ini, lanjutnya, dilakukan oleh beberapa pemilik akun pada media sosial seperti Tiktok, Facebook, Instagram, hingga WAG oleh beberapa nomor Handphone. Dan, ia tegaskan bahwa, isi rekaman suara Plt Bupati Tapsel itu ternyata bukan suara yang dilakukan pada waktu rapat para Kepala Sekolah se-Tapsel.
” Dan bukan pula suara yang diucapkan pada rapat para pejabat di lingkup Pemkab Tapsel,” tegasnya.
Faktanya, kata dia, isi rekaman suara tersebut merupakan perbincangan guyonan atau dalam istilah lokal ‘Kombur Malotup’. Guyonan ini, kadang bernada serius dan sesekali bercanda sembari tertawa.
Rasyid mengakui, jika rekaman yang beredar itu adalah guyonannya dengan beberapa orang yang terjadi di luar jam kerja atau di hari Minggu, sekitar 3 November 2024.
Lokasinya, juga terjadi di sebuah pondok sederhana di kebun. Menurutnya, saat itu ada sekitar 5 orang yang terlibat guyonan itu.
” Bincang Lopo atau Kombur Malotup dan bukan pertemuan formal adalah sesi guyonan yang sering sekali perbincangan non formal ini berisikan candaaan dan permainan kata,” sebut Rasyid.
Seringkali, kata Rasyid, penutur dari guyonan ‘Kombur Malotup’ ini mengarang cerita dengan nada serius sembari bermainan kata dengan bercanda dan tertawa-tawa seraya menyeruput kopi, teh, dan minuman ringan lainnya.
Bahkan tak jarang, kerap berisikan informasi yang belum tentu benar antara ucapan dan yang dilakukan. Perbincangan non formal atau ‘Kombur Malotup’ di hari libur atau di luar jam kerja di Pondok sederhana tersebut, bukan berada di ruang publik. Tetapi di tempat privat atau non publik.
Sedangkan dari rekaman suara, menurut Rasyid, terlihat bercanda dan berandai-andai jika dirinya mau membela pasangan calon (Paslon) Bupati-Wakil Bupati Tapsel nomor urut satu (No.01) dan melakukan hal-hal tertentu.
Dan juga, jika dirinya mau membela Paslon Bupati-Wakil Bupati No.02, maka ia akan meminta uang Rp5 miliar untuk membangun Pesantren. Di mana, teknis meminta uangnya ditransfer dengan suatu cara tertentu.
Meski tidak benar, dari isi perbincangan ‘ngelantur’ dan bercampur antara membela Paslon Bupati-Wakil Bupati No.01 dan No.02 ini, sebut Rasyid, harusnya sudah bisa dipastikan bahwa ia, tidak memihak paslon salah satu di antara kedua kandidat Kepala Daerah itu.
Rasyid juga menyebut bahwa, pada rekaman itu menyebut, jika dirinya mundur, maka mantan Bupati Tapsel Syahrul Pasaribu dan Paslon No.02 akan takut itu terjadi. Hal ini baginya, sama sekali jelas-jelas tidak ada kaitan antara ketakutan antar Paslon dengan posisinya sebagai Plt Bupati Tapsel.
” Dan bisa dipastikan bahwa, perbincangan itu hanyalah lelucon atau karang-mengarang di antara mereka yang ada dalam bincang-bincang Kombur Malotup itu,” katanya.
Rasyid mengatakan, tidak mungkin uang gratifikasi yang tidak halal diberikannya untuk membangun satu Pondok Pesantren. Bukan bermaksud mengungkap keimanannya, Rasyid mengaku bahwa, setiap tahun dengan seizin Allah SWT, ia selalu melakukan ibadah Umroh ke Tanah Suci dari dana menabung.
“Hingga kini, saya masih terus belajar agama. Mana mungkin saya membenarkan uang hasil gratifikasi atau uang haram digunakan untuk membangun sarana pendidikan agama seperti, Pesantren kalau tidak untuk perbincangan Kombur Malotup bernada serius. Maklum, ilmu agama saya masih kerdil. Masih suka berkata Kombur Malotup di ruang privat atau non publik space,” tutur Rasyid tertawa.
” Dan tidak mungkin juga, salah satu Paslon dan mantan Bupati Tapsel takut jika Rasyid mundur sebagai Plt Bupati atau sebagai Wakil Bupati. Namanya juga Kombur Malotup. Tujuannya saat itu, agar salah seorang yang hadir dalam Kombur Malotup itu senang hati yakni, saudara Bangun Siregar, SH Karena, dia merupakan TS (Tim Sukses) Paslon No.02,” tambahnya.
Rasyid menduga, BS adalah pelaku perekam dialog bincang non formal atau Kombur Malotup di sore hari Minggu di luar jam kerja itu.
Rasyid juga mengaku kaget dan tidak menyangka bakalan ada seseorang yang merekam suaranya.
“Pada salah satu media, saya membaca bahwa saudara Bangun Siregar mengakui yang merekam di Pondok Kebun itu, maka ini aneh. Karena, saya tahu betul bahwa beliau (Bangun Siregar) adalah seorang Pengacara dan diyakini tahu betul bahwa, merekam dan memperdengarkan perbincangan di ruang privat atau non publik, apalagi perbincangan guyonan ala Kombur Malotup di hari Minggu atau waktu non kerja, merupakan perbuatan melawan hukum,” ungkap Rasyid.
Menurut Rasyid, ia dan Bangun Siregar sudah berteman tanpa ada konflik dalam 2 tahun terakhir. Ia juga tahu, jika Bangun Siregar merupakan Tim Sukses dari Paslon No.02. Itu sebabnya, Rasyid sering menerima teman yang datang tanpa diundang di Pondoknya dan berguyon bercanda ria dengan tertawa dan serius serta bahkan saling bohong.
“Ini semua hanya demi tertawa dan asyik-asyikan saja. Karena bukan pertemuan resmi di ruang publik. Sekali lagi, istilah lokalnya atau dalam bahasa bataknya : Molo makatai mapultak gabbiri parhata nasotottu asal namam baritahon barita nasotottu,” terangnya.
Rasyid juga menyayangkan suara pada rekaman itu dipakai dan diperdengarkan kepada publik luas melalui Medsos. Dan bahkan, rekaman itu dijadikan ‘alat ‘ melakukan unjuk rasa dengan sengaja diputar untuk didengar seolah-olah ia mengarahkan pejabat pada rapat-rapat Kepala Sekolah dan rapat pejabat
“Dan suara pada saat rapat para pejabat itu keliru dan narasinya tidak sesuai fakta tentang suara rekaman itu dilakukan,” kesalnya.
Rasyid menerangkan bahwa, merekam orang lain secara diam-diam selalu menjadi masalah di media sosial. Padahal, tindakan tersebut termasuk melanggar privasi seseorang dan bisa dikenai sanksi pidana.
Ia mengurai, terkait perlindungan hak privasi telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28G. Di sana tertulis bahwa, setiap orang berhak atas perlindungan data pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya. Warga juga berhak merasa aman dan dilindungi dari berbagai ancaman.
Kemudian, hal ini juga tertuang pada UU No.19 tahun 2016 terkait informasi dan transaksi elektronik (ITE) pada Pasal 27 ayat (3) dan UU No.1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE yang berbunyi : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Selanjutnya, pada Pasal 45 ayat (1) UU No.11 tahun 2008 tentang ITE juga berbunyi: Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
“Untuk itu, di zaman teknologi canggih seperti saat ini, masyarakat diminta waspada terhadap niat dan perbuatan jahat seseorang ataupun sekelompok orang. Apalagi, terkait perbuatan melawan hukum atau kejahatan untuk kepenting ekonomi, politik, dan lain sebagainya,” pesan Rasyid.
Ia juga membeberkan sejumlah modus pelanggaran pidana terkait hal itu seperti, mengambil sampel suara via telepon dan kemudian diubah ke bahasa asing. Yang mana, seolah-olah bisa bahasa asing atau bahasa lain yang diedit memakai teknologi Artificial Intelligence (AI).
Bentuk lain, sambungnya, bisa juga menggabungkan gambar tertentu dan dengan teknologi AI, bisa ditransformasikan sehingga tercipta video yang memperlihatkan seolah-olah dua foto yang pasif, terlihat saling berpelukan, berciuman dan lain-lain.
” Begitu banyak rekayasa teknologi yang dapat dilakukan sehingga masyarakat dalam ambang bahaya. Maka diimbau kepada masyarakat Tapanuli Selatan untuk berhati-hati akan risiko seperti itu,” tandas Rasyid.
Rasyid juga mengimbau kepada masyarakat Tapsel untuk selalu berhati-hati dan saya yakin rakyat Tapsel cerdas untuk memilah informasi mana yang benar dan mana yang dapat menimbulkan kegaduhan, imbuhnya.(Sayuti).