By : Abu
Senin merupakan hari besar bagi pasar itu. Penjual dan pembeli yang dari jauh akan datang kesini. Silahkan datang lebih awal, saat hari masih remang, saat itu transaksi sangat terang. Sedikit tipu dan curang seolah lumrah, kan pasar.
Becek, parkir di pinggir jalan, suara bapak yang menjual pakaian, suara ibu yang menawarkan ikan, sahut menyahut bercampur aduk dengan iringan musik bapak yang bernyanyi sambil membawa keranjang kecil. Ditambah suara becak barang yang mengangkangi dagangan para penjual yang membuka lapak ditengah jalan, atau seorang laki sedang diperbual seorang perempuan cantik yang sedang menjual barangnya. Pemandangan yang khas dari pasar, dan sesaknya sangat dirindukan.
Keadaan ekonomi sekarang, memaksa banyak pedagang untuk menutup kios dan memilih gulung tikar. Sebenarnya tidak hanya pedagang saja yang mendapat imbas dari amburadulnya keadaan ekonomi sekarang. Masyarakat biasa pun banyak yang mengalami penurunan daya beli. Bahkan lebih memilih mengirit pengeluaran.
Namun, pasar tetap padat. Padatnya pasar memberikan sesak di dalan pasar. Rentan kejahatan pun tidak terilakkan oleh orang-orang yang tidak waspada. Para pengunjung yang berjalan terus bergesekan dengan pengunjung lainnya. Selalu banyak yang luput dari perhatian. Pengunjung yang ruangnya lapang di tempat penjual baju, yaa, sepatu, kosmetik, dan emas.
Di jalan terlihat abang-abang tukang parkir yang terus mengatur para pengunjung pasar. “Priiiit” suara peliut abang parkir, “terus, terus” terdengar suara abang tukang parkir yang mengarahkan para pengunjung untuk memarkir kenderaan mereka dengan rapi. Terlihat begitu-begitu saja, terkadang diwarnai sedikit adu mulut dengan para pengunjung.
“Aku cuma sebentar disini, hanya membeli sayur saja tadi, tidak sampai 5 menit” keluh pengunjung pasar yang ditagih uang parkirnya.
“Mohon maaf bu, ibu harus tetap bayar” sebut abang tukang parkir. Adu mulut terus terjadi, ibu itu mulai mengeluarkan kata-kata kasarnya kepada abang tukang parkir. Pada akhirnya abang tukang parkir menyerah dan membiarkan ibu itu tidak membayar uang parkir.
Orang seolah sudah tidak ambil pusing lagi dengan kejadian itu, seolah itu hal yang wajar, atau bahkan itu orang merasa bodoh dengan kejadian seperti itu. Orang banyak berpendapat “itu bukan urusan saya”. Bahkan abang tukang parkir itu pun telah membunyikan peluitnya, dan menyuruh becak parkir dengan baik. Dari becak itu keluar seorang ibu dengan satu anak dalam gendongannya. Masuk ke dalam pasar setelah membayar ongkos becaknya. Si tukang becak memilih istirahat di kedai lontong yang berada dipinggir jalan.
Di kedai lontong itu, terlihat seorang laki-laki duduk santai setelah makan lontong. Bibirnya yang merah menandakan laki-laki itu baru selesai makan lontong yang pedas. Mungkin dia terlalu kenyang, atau ada hal lain, sehingga tetap memilih duduk di kedai itu. Kedai lontong itu tepat bertetangga dengan toko emas. Sebatang rokok dihisapnya sambil menatap toko emas itu, seolah ada yang diinginkannya dari kedai itu.
“Harinya panas” celutuk si tukang becak ke pada laki-laki yang tidak memalingkan pandangannya dari toko emas itu.
Laki-laki itu Kaget sambil memalingkan matanya ke tukang becak itu. “iya, makanya istirahat disini dulu” jawab si laki-laki itu.
Ibu yang menggendong anak itu langsung menuju toko emas yang berada disamping kedai lontong itu. Bungkusan plastik hitam dikelurkan ibu itu dari selendang gendongan anaknya. Dalam bungkusan plastik itu ada dompet kecil yang berisi kalung emas lengkap dengan lempengan emas. Ibu itu menyerahkan kalungnya kepada pedagang emas itu. Terjadi percakapan yang panjang antara ibu dan pedagang emas itu, mungkin mereka sedang tawar menawar. Hingga pada akhirnya pedagang emas itu memberikan uang yang banyak kepada ibu itu. Ibu itu dengan santai memasukkan uangnya kedalam kantong plastik itu dan memasukkannya kedalam gendongan. Transaksi selesai, ibu itu beranjak dari toko emas dan menuju pinggir jalan menunggu becak untuk pulang.
Dengan merasa tidak peduli, laki-laki di kedai lontong itu membayar lontongnya. Tanpa menghiraukan dan menjawab pertanyaan dari bapak si tukang becak, laki-laki itu mengikuti ibu itu meninggalkan kedai lontong itu.
Jarak 100 meter dari laki-laki itu, ada seorang laki-laki dengan jaket birunya telah siap untuk beranjak dari tempat parkirnya. Dari tadi abang tukang parkir telah menyuruhnya untuk jalan, karena banyak juga pengunjung pasar yang mau parkir. Seolah laki-laki berjaket ini tidak peduli peringatan tukang parkir itu. Laki-laki itu duduk diatas sepeda motornya yang berada dalan keadaan mesin hidup, tinggal gas, jalan. Namun laki-laki yang berjaket itu seolah menunggu sesuatu, entah itu orang, barang, atau mungkin lainnya.
Ibu yang menunggu becak itu merasa gelosah, dan laki-laki itu sudah berada tepat di samping ibu itu.
“Kenapa?” tanya laki-laki itu tiba-tiba.
“Apa?” tanya ibu itu bingung.
“Kenapa anak kira kau bawa ke pasar, dengan hari yang panas seperti ini?” tanya laki-laki itu dengan nasa suara yang ditinggikan.
Orang sekitar hanya melihat bingung, dan bahkan ada yang tidak peduli, hanya tatapan dan lewatan yang terlihat dari orang sekitar.
“Anak yang mana?” tanya ibu itu bingung.
“Ini, kenapa dia dibawa ke pasar” jawab laki-laki itu dengan nada yang semakin tinggi.
Seorang mulai mendekat, dan laki-laki berjaket di atas sepeda motor pun mendekat dengan membawa sepeda motornya, bahkan sangat dekat.
“Ini anak ku” Bentak ibu itu.
“Kalian Kenapa?” tanya pengunjung pasar.
“istri saya membawa anak kami ke Pasar, padahal hari sangat panas. Sudah saya bilang tadi anak ditinggal saja.” jawab laki-laki itu.
“Bukan, bukan, bukan, dia bukan suami saya” sebut perempuan itu.
Laki-laki berjaket di atas sepeda motor itu memberi kode.
Laki-laki itu terus meminta anak yang digendongan ibu itu, laki-laki itu memasukkan tangnnya ke dalam gendongan ibu itu, dan menarik kantong plastik yang ada di dalamnya.
Ibu itu tersentak “Tolong, tolong, tolong!” teriak ibu itu. Ibu itu tidak kuasa manahan laki-laki itu, karena ibu itu didorong kebelakang hingga terjatuh.
Laki-laki itu berlari menuju laki-laki berjaket yang sudah berada di dekat mereka. Laki-laki itu melompat ke sepeda motor laki-laki berjaket itu. Laki-laki berjaket itu langsung menancap gas sepeda motornya.
Tidak ada yang siap dengan kejutan itu. Seorang yang tadi bertanya pun lengah. Karena yang dipertontonkan kepadanya adalah sebuah pertikaian rumah tangga. Dia tidak sadar bahwa ada niat lain dari laki-laki itu. Pengunjung lain pun tidak keburu menolongnya. Abang-abang tukang parkir pun hanya tercengan dengan kejutan itu. Dua laki-laki tadi mengambil momen yang tepat. Sandiwara itu belum dikerumuni orang banyak, dan kode dari laki-laki berjaket itu, mengatakan jalanan aman untuk melarikan diri.
Kejadian itu cepat sekali, yang tersisa hanya lah dua tangisan, tangisan ibu dan anaknya.(**)