Madinapos.com, Panyabungan – Pemberantasan narkoba tidak bisa hanya dibebankan kepada aparat penegak hukum semata, melainkan harus menjadi perlawanan kolektif seluruh warga negara.
Hal tersebut disampaikan oleh Teguh W. Hasahatan Nasution, S.H., M.H., Anggota DPRD Kabupaten Mandailing Natal sekaligus Ketua DPC PDI Perjuangan Mandailing Natal.
Menurut Teguh, narkoba merupakan ancaman serius bagi masa depan generasi muda dan ketahanan sosial masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan aktif semua elemen, mulai dari keluarga, masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, hingga lembaga pendidikan dan pemerintah.
” Pemberantasan narkoba adalah perlawanan kolektif warga negara. Tidak ada satu pun pihak yang bisa bekerja sendiri. Jika masyarakat bersatu, peduli, dan berani melawan peredaran narkoba di lingkungannya masing-masing, maka mata rantai kejahatan narkoba dapat kita putus,” tegas Teguh, Sabtu (27/12).
Ia menekankan pentingnya peran keluarga sebagai benteng pertama dalam mencegah penyalahgunaan narkoba. Edukasi sejak dini, komunikasi yang terbuka, serta pengawasan yang berkelanjutan dinilai sangat krusial untuk melindungi anak-anak dan remaja dari pengaruh narkoba.
Sebagai wakil rakyat, Teguh juga menyatakan komitmennya untuk terus mendorong kebijakan dan program yang berpihak pada upaya pencegahan dan rehabilitasi, bukan hanya penindakan.

Ia menilai bahwa pendekatan humanis, edukatif, dan partisipatif harus berjalan seiring dengan penegakan hukum yang tegas.
” Negara harus hadir, tetapi masyarakat juga tidak boleh pasif. Melaporkan, mencegah, dan mendampingi adalah bentuk nyata bela negara dalam perang melawan narkoba,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Teguh mengajak seluruh lapisan masyarakat Mandailing Natal untuk bersama-sama menjaga lingkungan agar bersih dari narkoba demi menyelamatkan masa depan generasi bangsa.
Sebagai bagian dari upaya konkret pemberantasan narkoba di Kabupaten Mandailing Natal, Teguh juga merekomendasikan sejumlah solusi strategis yang perlu dijalankan secara terpadu.
Pertama, penguatan edukasi dan pencegahan berbasis komunitas.
Pemerintah daerah bersama DPRD, BNN, dan organisasi masyarakat perlu memperluas program penyuluhan narkoba hingga ke desa-desa, sekolah, pesantren, dan komunitas pemuda. Materi edukasi harus disesuaikan dengan kondisi lokal agar mudah dipahami dan diterima masyarakat.
Kedua, pembentukan dan pengaktifan relawan serta satgas anti-narkoba tingkat desa dan kelurahan.
Satgas ini berfungsi sebagai garda terdepan dalam deteksi dini, pendampingan warga, serta penghubung antara masyarakat dan aparat penegak hukum.
Ketiga, peningkatan peran lembaga adat dan tokoh agama dalam pencegahan narkoba. Nilai-nilai kearifan lokal, norma adat, serta pendekatan keagamaan dinilai efektif dalam membangun kesadaran moral dan sosial masyarakat untuk menolak narkoba.
Keempat, penguatan layanan rehabilitasi dan pendampingan korban penyalahgunaan narkoba.
Teguh menegaskan bahwa pecandu harus dipandang sebagai korban yang perlu diselamatkan, bukan semata-mata dihukum. Pemerintah daerah didorong untuk memperluas akses rehabilitasi, konseling, dan reintegrasi sosial.
Kelima, peningkatan pengawasan wilayah rawan peredaran narkoba melalui kerja sama lintas sektor, termasuk aparat keamanan, pemerintah desa, dan masyarakat. Pemanfaatan teknologi informasi serta sistem pelaporan yang aman dan mudah diakses juga menjadi bagian penting dari upaya ini.
Terakhir, Teguh mendorong adanya kebijakan daerah yang berkelanjutan, termasuk penganggaran khusus untuk program pencegahan dan pemberantasan narkoba, serta evaluasi rutin terhadap efektivitas program yang telah berjalan.
Dengan langkah-langkah tersebut, Teguh berharap Kabupaten Mandailing Natal dapat menjadi wilayah yang kuat, berdaya, dan bersatu dalam melawan ancaman narkoba demi masa depan generasi yang lebih sehat dan bermartabat. (Suaib Rizal).











