Madinapos.com, Natal – Laut Natal keruh dan berlumpur akibat aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang merajalela disepanjang Sungai Batang Natal mengakibatkan nelayan kerap merugi saat nangkap ikan.
Selain dari sungai Batang Natal, kiriman limbah berupa lumpur ini juga mengalir dari adanya aktivitas PETI dari gunung seperti dilokasi Aek Baru Julu, Aek Baru Jae, Guo Batu, Lubuk Samboa dan Aek Parlampungan menambah dampak keruhnya air sungai yang langsung mengalir ke laut Natal ini.

Oplus_131072
Hal itu diungkapkan oleh salah satu nelayan Natal bernama Ifandi kepada media ini Kamis (20/2) sehingga nelayan yang melaut tidak mendapatkan hasil tangkapan lagi.
” Kalau kita nekat melaut hingga ke tengah dengan biaya yang lebih banyak seperti BBM, dikawatirkan hasil tangkapan tidak sesuai dengan biaya yang kita keluarkan, seperti yang terjadi selama ini,” katanya.
” Biasanya kalau kita mau melaut menangkap ikan hingga ke tengah, biaya yang dikeluarkan sebesar 600 ribu untuk BBM dan biaya lainnya, sementara hasil ikan yang kita dapatkan hanya 150 ribu, artinya rugi terus,” tambahnya.
Selain air laut keruh akibat PETI ini, kapal nelayan tradisional Natal juga sering bocor dan pemilik harus mengeluarkan biaya ekstra untuk perbaikan akibat pendangkalan yang terjadi di muara.
Untuk itu, nelayan Natal sangat berharap kepada Forkopimda Madina bisa menertibkan PETI yang mengakibatkan air laut keruh di hulu sungai
” Silahkan para petambang melakukan aktifitas ilegalnya dengan tidak membuang lumpurnya ke sungai Batang Natal, karena kami nelayan yang bermukim dihilir tidak bisa lagi mempergunakan air untuk keperluan sehari-hari,” pungkasnya. (R-Adanan).