Adab erat kaitannya dengan akhlak atau perilaku terpuji, berupa kesopanan, keramahan dan kehalusan budi pekerti yang tergambar dalam perilaku. Ia sangat penting dalam kehidupan manusia, agar terjaga dari perbuatan tercela yang dibekali sedari kecil agar tumbuh menjadi pribadi yang baik dengan teman sebayanya ke masa depannya.
Maka adab selalu digunakan dalam pergaulan yang terjadi antar manusia, antar kaum, demikian pula bagi satu bangsa. Adab memiliki tingkat kemajuan, baik bersifat lahiriyah maupun batiniyah. Maka peradaban juga memiliki tingkat kemajuan terutama dalam hal akhlak dan moral.
Dalam koneks bangsa peradaban adalah hasil kecerdasan yang berupa perilaku manusia, sebagai kemajuan lahir dan batin yang meliputi kecerdasan dan kebudayaan dengan objek sebuah bangsa. Ia juga bermakna sopan santun, budi bahasa dan kebudayaan suatu bangsa. Karenanya, bangsa-bangsa di dunia ini tidak sama tingkat peradabannya.
Kemajuan peradaban bangsa yang pesat sebagai hasil kecerdasan dibarengi dengan kesiapan bangsa yang baik dan benar mampu memajukan peradaban yang unggul.
Tulisan ini ingin melihat fenomena adab penyelenggara negara, sebagai gambaran peradaban bangsa, yang disimak di tahun 2023. Di nusantara ini terjadi beberapa pemberitaan media terutama di triwulan terakhir. Iklim ini sepertinya semakin menggerus hanyut kepercayaan masyarakat terhadap penyelanggara negara. Bagaimana tidak ?. Boleh dilihat dari beberapa suguhan informasi yang dikutif dari berbagai media on-line, yang tentu merupakan berita yang layak dipercaya. Mari disimak beberapa berita yang dikutif yang digunakan sebagai data untuk di analisa berikut.
“Penetapan dan penahanan Anggota BPK Achsanul Qosasi sebagai tersangka kasus proyek penyediaan BTS 4G Kominfo oleh Kejaksaan, BPK menghormati proses penegakan hukum atas kasus yang dimaksud, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah”, (030323 BPK RI). Begitulah yang tertulis di fortal Lembaga Negara Tinggi Negara itu. Tidak tanggung-tanggung dugaannya, menerima Rp 40 miliar.
Disisi lain CNN (030323) melansir bahwa seorang bernama Amalia sebagai terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan korupsi terhadap seorang bernama Andi Adriansyah, yang disebut terjadi pada Juli 2023. Fortal ini juga mendiskripsika bahwa Amalia kemudian memberikan keterangan yang menyebut-nyebut nama Celine Evangelista dan ST Burhanuddin (petinggi dalam lembaga negara berlambang timbangan keadilan) dalam persidangan yang telah digelar di Pengadilan Negeri Kendari, akhir Oktober lalu.
Terekam media pula sebutan Rp 6 milyar dalam kasus tersebut menjadi pemicu, juga uang inisiatif Rp. 500 juta. Amalia menyebut-nyebut nama Celine dan Burhanuddin saat bicara soal penerimaan dan pembagian uang. Dipemikiran awam tentu sangat berani menyangkutpautkan nama tersebut kalau tidak ada berada.
Demikian pula KPK sebagai lembaga anti rasuah yang ditangannya terkhidmat harapan rakyat menyelesaikan pencabutan bibit korupsi di negara ini. Ternyata jpnn.com (160623), memberitakan pula bahwa Penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dittipikor Bareskrim Polri bakal memeriksa lagi Ketua KPK Firli Bahuri sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Fortal MK (071123) menjelaskan pula bahwa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK dengan Pengucapan Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023.
detiknews (091123) menuliskan pula bahwa Pengadilan Tinggi Bandung memperberat hukuman Asisten Hakim Agung Takdir Rahmadi, Edy Wibowo. Hakim yustisial itu dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama untuk mengurus perkara kasasi pailit Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar.
Beberapa waktu lalu sang Jenderal penegak aturan internal yang dikenal dengan sebutan Kasus Sambo telah memporakporandakan Kepolisian Negara RI di mata publik.
Belum lagi cerita panjang tentang para menteri, para kepala daerah, legislatif, sukur-sukur rakyat tidak percaya dengan medsos yang sering menyebut kondisi koalesi saat ini di tingkat nasional berbau dengan kepentingan untuk jaga diri dari persoalan hukum.
Kesemuanya ini, telah tercatat dipikran rakyat, dan hal seperti ini melandasi persepsi rakyat terhadap penyelenggara negaranya. Kondisi seperti ini tentu potensial terhadap ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang dilakukan penyelanggara negara.
Dengan kata lain, rakyat bukan tidak sayang dan tidak cinta terhadap tanah airnya (Negara Republik Indonesia), tapi kurang percaya terhadap penyelengaraan negara karena persepsi yang kurang baik terhadap penyelenggara negara. Hal ini lah yang sangat penting menjadi perhatian semua pihak.
Menurunkah adab bangsa ?
Masyarakat pada umumnya tidak akan mencecar secara detail proses dan kronolis kejadian hukumnya. Paling juga mereka hanya lihat perilaku orang dalam lembaga yang sering disebut dengan oknum dan bukan intitusi. Padahal secara sederhana dipikiran orang awam, bagaimana pula memisahkan orang dalam lembaga dengan intitusi yang digerakkan oleh orang. Apalagi pelakunya para petinggi intitusi pula.
Meskipun demikian, di sisi lain rakyat berharap bahwa suasana yang sedemikian pada lembaga-lembaga yang menjadi tumpuan rakyat untuk keadilan dan kesejahteraan, sebagai kondisi yang merupakan bagian perbaikan internal intitusi masing-masing. Harapannya bahwa ini adalah bentuk transparansi dan perbaikan sistem dari intansi menuju peradaban yang lebih baik.
Jangan sampai fenomena ini membangun pemikiran rakyat bahwa penyelengara negara semakin jauh dari adab yang tentu telah menurunnya peradaban bangsa, yang pasti juga menjadi amatan dan catatan bagi bangsa-bansa di dunia ini.
Tak ada satupun yang membantah kepintaran mereka sebagai pendukung kecemerlangan karir yang diraih. Namun, benar adanya bahwa adab adalah sesuatu yang harus lebih didahulukan daripada ilmu, yakni segala bentuk sikap, perilaku atau tata cara hidup yang mencerminkan nilai sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti dan akhlak.
Yusuf bin Al Husain berkata bahwa kepintaran tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab. Bahkan Ilmu menjadi berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain bila tidak didampingi adab. Ibnu al-Mubarak ra. menyatakan bahwa mempunyai adab meskipun sedikit adalah lebih dibutuhkan daripada memiliki banyak ilmu pengetahuan.
Sekali lagi perlu dipertegas fenomena kebernegaraan oleh rakyat bahwa, “Kecintaan masyaraat terhadap tanah tumpah darahnya tidak pernah berkurang, tapi kepercayaan rakyat terhadap penyelenggara negera yang semakin tergerus membuat rakyat seolah tidak tanggap terhadap negara, karena sesungguhnya penyelanggara negara itu sendiri bagian dari negara seakan melepaskan tanggungjawanya dari rakyat”. (**)
(Dr. M. Daud Batubara, MSi; Staf Ahli Bupati Madina Bid. Pemerintahan & Hukum) **