Bulan Ramadan sudah semakin dekat. Seluruh muslim di Indonesia mempersiapkan tradisi budaya dan religi dengan berbagai hal. Bulan Ramadan dipercaya bulan yang penuh keberkahan sehingga banyak persiapan yang dilakukan oleh masyarakat.
Dari sisi ekonomi terdapat tradisi unik pada momentum Ramadan. Hal yang menarik yaitu budaya konsumerisme masyarakat yang meningkat tajam hingga mencapai klimaksnya menjelang Hari Raya Idul Fitri, dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, justru terkadang kehilangan makna bulan Ramadan untuk menahan hawa nafsu. Menjelang hari Raya, konsumsi mencapai klimaksnya dikarenakan Tunjangan Hari Raya (THR) yang di terima oleh masyarakat. Teori ekonominya penerimaan yang meningkat menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat juga meningkat. Oleh karena itu, fenomena ekonomi pada bulan Ramadan berkorelasi positif dengan ekonomi makro di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi meningkat musiman pada bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri disetiap tahunnya. Kejadian tersebutkan dibuktikan dengan GDP pada triwulan kedua setiap tahunnya meningkat dari triwulan sebelumnya (I). Menurut BPS, pada tahun 2018 Gross Domestic Bruto (GDP) triwulan II tahun 2018 sebesar 5.27 persen sedangkan GDP triwulan I sebesar 5.08 persen. Peningkatan GDP terjadi sebesar 0,19 persen. Salah satu faktor yang menyebabkan yaitu daya beli masyarakat meningkat secara signifikan pada bulan Ramadan, seperti bahan pangan dan pakaian yang paling banyak dicari oleh masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, net ekspor.
Fenomena yang unik lainnya pada bulan Ramadan yaitu harga bahan pokok yang melonjak dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Hal tersebut dikarenakan permintaan kebutuhan pokoknya sangat meningkat pada bulan Ramadan, lebih parahnya ketika permintaan meningkat tetapi tidak didukung dengan peningkatan produksi kebutuhan pokok tersebut. Hal tersebut akan mengakibatkan kenaikan inflasi pada negara. Inflasi akan terus meningkat bila tidak ada tindakan yang tepat untuk menanggulangi masalah itu. Faktanya, peningkatan inflasi tidak dapat dihindari pada bulan Ramadan setiap tahunnya. Menurut BPS, tingkat inflasi pada bulan Mei 0.21 persen dan Juni 0.59 persen di tahun 2017 sedangkan pada tahun 2018 bulan Mei 0.39 persen dan Juni 0.69 persen. Ada fenomena positif pada bulan Ramadan yaitu menimbulkan investasi. Produsen akan meningkatkan produksi menjelang bulan Ramadan dan mendapatkan peningkatan keuntungan pada musim itu.
Melalui peristiwa Ramadan dan Lebaran yang terjadi sekali waktu dalam setahun, kita bisa melihat betapa hebatnya kekuatan konsumsi dan ekspektasi ekonomi di dalam negeri. Hanya saja peristiwa ini sulit berjalan panjang karena memang cenderung musiman. Andaikan fenomena tersebut terjadi tidak hanya pada bulan Ramadan, maka tidak mustahil indonesia akan selalu naik pertumbuhan ekonominya sepanjang tahun karena tingkat konsumsi yang meningkat dan investasi yang juga meningkat.
Pertumbuhan investasi secara berkelanjutan perlu ditingkatkannya daya saing investasi dan produksi. Daerah/negara perlu berlomba-lomba meningkatkan daya saingnya sehingga semakin banyak pelaku ekonomi memutar uangnya baik dalam bentuk produksi maupun konsumsi. Kejadian tersebut juga akan membuat pemerataan ekonomi di daerah/negara. Oleh karena itu perlu adanya peran pemerintah berupa kebijakan dengan membuat aturan atau regulasi yang tepat untuk mendukung daya saing dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa dan harapan rakyat sejahtera akan terwujud.
Inflasi yang terjadi di bulan Ramadan biasanya terjadi karena permintaan barang atau jasa yang melonjak tajam dibandingkan bulan-bulan lainnya. Ketersediaan akan kebutuhan pokok yang paling banyak diminta oleh masyarakat perlu ditingkatkan untuk menekan harga tidak terlampau tinggi. Bila tidak, kegagalan pasar akan terjadi, sehingga perlu peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan mengatasi masalah tersebut. Pemerintah dapat melakukan operasi pasar untuk mencapai kestabilan harga, memberi subsidi akan faktor produksi sehingga produsen mampu berproduksi untuk memenuhi permintaan dan cara terakhir pemerintah melakukan impor dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan musiman dan menekan harga dalam negeri.
Keterkaitan antara produksi dan investasi mempunya korelasi yang positif. Ekspektasinya bila produksi meningkat akan mengendalikan inflasi. Inflasi yang dimaksud adalah kategori demand pull inflation yang di sebabkan adanya ketersediaan barang atau jasa untuk memenuhi permintaan. Jadi, ketika suplai barang atau jasa tersebut mampu memenuhi tingkat kebutuhan pasar, makan tingkat inflasi bisa dikendalikan atau inflasi bisa diturunkan pada rentang yang rendah. (**)
Penulis : Rivani Hilalullaily ** Magister Agribisnis Pasca Sarjana IPB
Photo : Penulis