MEMANDANG NASIONALISME
M. Daud Batubara, Dr. MSi.
“Tunjukkan Nasionalisme anda dengan membeli Produk Indonesia” kalimat seperti ini sering terdengar dalam percakapan harian. Atau kalimat lain “Dukung dong Tim Sepak Bola Indonesia, jangan berpihak pada Tim Vietnam”. Itu semua adalah contoh penggunaan yang datang dari pemaknaan Nasionalisme yang salah. Sampai anda membaca artikel ini, bukan anda saja, tapi banyak orang yang salah mengartikan Nasionalisme. Kebanyakan berpikir bahwa Nasionalisme adalah “Cinta Indonesia” atau “Semangat Kebangsaan”. Banyak yang salah menggunakan kata Nasionalisme dalam obrolan.
Dalam bahasa sederhana, nasionalisme adalah sebuah keyakinan atau paham yang percaya bahwa perbedaan dalam sebuah negara harus dipersatukan. Sangat jelas bukan, kesalahan penggunaan kalimat di atas?. Biar lebih mudah dapat dilihat dari kalimat berikut kalau maksudnya adalah Cinta Indonesia, kalimatnya adalah: “Tunjukkan kecintaan anda terhadap Nusantara dengan membeli Produk Indonesia”Atau “Katanya cinta Indonesia, kok mendukung Tim Vietnam?”. Dengan demikian sangat jelas bagi kita membedakannya.
Kembali pada pemahaman bahwa perbedaan di sebuah negara harus dipersatukan, agar negara yang sudah pasti penuh dengan keragaman, bisa hidup dalam persatuan dan keharmonisan. Tentu wujudnya akan berbeda tiap negara. Amerika Serikat, menyatukan warganya dengan para imigran, salah satunya melalui berbagai olahraga seperti membangun rasa cinta terhadap Club Basketball yang merupakan produk asli Amerika. Lewat olahraga ini, dapat mempersatukan perbedaan kulit dengan menanamkan rasa cinta terhadap Klub Basketball Amerika, yang melahirkan rasa ke-Amerika-an yang kuat.
Di Indonesia sendiri wujud Nasionalismenya seperti apa? Tentulah jawabannya Pancasila. Dasar negara, tempat di mana semua suku, agama, keragaman, berpijak, yang telah terbukti mampu menjadi dasar dalam mempersatukan perbedaan kita. Pancasila, telah mampu menjadikan Indonesia tidak senasib dengan India yang terpecah dengan perang saudara hingga merdekanya Pakistan. Hal ini terjadi setelah bebas dari jajahan Inggris, masyarakat Islam (minoritas di India), takut tidak akan diakomodir kebutuhaannya, memaksa pecah lepas dari India yang dasarnya perang antara Islam dan Hindu.
Bertolak dari kondisi India tersebut, Pancasila yang membuat Indonesia dikagumi dunia sebagai negara demokratis, harus dipahami oleh bangsanya sendiri sebagai satu model demokrasi berbasis kearifan nasional dari leluhur bangsa yang telah nyata teruji mampu menyatukan Bangsa Indonesia dalam keberagamannya. Dari sisi ekonomi yang sering menjadi masalah utama Negara, ternyata perkembangan praktek Demokrasi Pancasila ini dapat menunjang pertumbuhan ekonomi kita. Makanya Amerika senang dan selalu ingin mengurusi Indonesia, karena negara yang demokratis ini, ternyata bisnis dan ekonominya pada masa-masa dunia terpuruk saat ini masih bisa berkembang. Soal bisnis, Amerika (merasa) paling memegang tidak perlu kita masalahkan saat ini, yang pasti mereka punya kebutuhan ekonomi yang banyak di Indonesia. Hanya saja dalam kajian nasionalisme, tentulah kita tidak dapat mengabaikan bahwa mereka juga mengembangkan paham dan trik-trik terhadap komponen bangsa untuk kelanggengan hubungan ekonomi bangsanya.
Pantas saja dengan kondisi kekinian, China juga melihat Indonesia sebagai teman bisnis yang sangat menyenangkan. Lihat saja produk phone android yang hampir tiap individu mengantongi dua produk China di Indonesia. Kalau penduduk bangsa ini dua ratus juta saja menggunakan produk phone android mereka, dapat dibayangkan betapa mereka sangat berkepentingan dengan bangsa kita. Dan itu hanya satu jenis alat elektronik, dapat dibayangkan ribuan macam jenis produk China yang menjejali Negara yang kita cintai ini. Sama halnya dengan Amerika yang dijelaskan sebelumnya, maka China juga akan membawa paham dan trik-triknya ke Indonesia dengan tujuan yang pasti untuk mempertahankan peluang ekonomi yang sangat luar biasa tersebut.
Hal yang lumrah dilakukan oleh bangsa pendatang bak para Pedagang Arab dahulu memasuki dan mempengaruhi masyarakat nusantara yang tinggal di pantai. Sejarah yang demikian membuktikan bahwa hubungan ekonomi juga berusaha membawa pengaruh lainnya terhadap bangsa, termasuk kemungkinan paham-paham yang harus ditusukkan tanpa terasa. Bila paham tersebut baik menurut bangsa ini, tentu harus diakomodir, tapi tentu harus dijaga dan dicermati juga kemungkinan hal sebaliknya. Hubungan bilateral ekonomi yang baik dengan China jangan-jangan sudah sampai pada upaya memasukkan ide maupun paham lainnya terhadap bangsa.
Dalam hubungan yang menyangkut dua negara, tentulah tusukan paham ataupun ide, dimasukkan melalui lini-lini komponen bangsa yang benar-benar dapat berpengaruh di negeri ini. Sisi lain sejarah tentang kekuasan di seluruh dunia ini, tidak pernah lepas dari sebutan terhadap penghianat, sehingga selalu ada lembaga pengintai (intelejen). Semoga saja dalam kekuasaan negara kita ini, tidak ada lagi sejarah kelam tersebut dengan pendekatan penjajahn baru dari sisi ekonomi. Untuk itu semua komponen bangsa harus pula mendahulukan rasa cinta terhadap tanah airnya sehingga tetap kuat rasa nasionalismenya. Kita dapat menerima perbedaan kita dalam bernegara dengan semangat nasionalisme dengan meningkatkan rasa cinta tanah air. Bila satu komponen hilap maka komponen lain harus pula mampu mengingatkan dan menegurnya, karena kita masih sepakat bahwa bangsa ini masih harus dilandasi dengan Pancasila dalam tatanan kehidupannya.
Perlunya mewanti-wanti kondisi ini dengan melihat banyaknya kasus yang menggambarkan degradasi nasionalisme yang terjadi pada negeri ini. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk itu semua?. Pertanyaan inilah yang seharusnya muncul pada diri kita, terutama generasi muda, kaum intelektual dan Warga Negara Indonesia yang akan membawa negeri ini kearah yang lebih baik. Siapa lagi yang akan membawa perubahan untuk kemakmuran negeri ini kalau bukan kita. Tanamkan nasionalisme pada diri kita sekarang juga, apalah artinya nasionalisme tanpa tindakan konkret. Hal tersebut bertujuan agar bangsa ini tidak kehilangan orang-orang yang berkompeten dalam membawa perubahan positif bagi Indonesia. Kita tidak cukup hanya menyebut Saya Pancasila, Saya Indonesia, tanpa upaya dan usaha yang konkrit kearah ucapan tersebut.
Dengan demikian, Nasionalisme dalam tataran Bangsa Indonesia yang dimaknai sebagai suatu paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan; kesadaran keanggotaan bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa; dan semangat kebangsaan tetap berdiri kokoh dalam hati rakyat. Sehingga apa yang disebut Stoddard, bahwa nasionalisme sebagai kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian besar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa, dapat meresap dalam pandangan tentang rasa cinta terhadap bangsa dan negara sekaligus menghormati bangsa lain dapat terwujud.()